Salah satu ciri demokrasi adalah menjunjung tinggi kebebasan pers. Oleh karena itu, salah satu indikator untuk mengukur kedemokratisan seorang pemimpin adalah dengan melihat indeks kebebasan pers-nya.
Dalam karyanya yang berjudul "Poverty and Famines: An Essay on Entitlement and Deprivation", Amartya Sen (peraih Nobel Ekonomi pada tahun 1997), mengemukakan beberapa temuannya mengenai penyebab-penyebab utama bencana kelaparan. Menurut Sen, tidak ada bencana kelaparan yang muncul di negara-negara yang demokratis dan memiliki pers bebas. Sebuah situasi kelaparan baru menjadi sebuah bencana ketika di negara-negara itu tidak ada demokrasi.[1]
Menurut Amartya Sen, penyebab dari langgengnya kemiskinan, ketidakberdayaan, maupun keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Karena itu, Amartya Sen menekankan demokrasi yang menjamin kebebasan itu penting karena tiga hal. Pertama, ia dapat membuat hidup ini lebih berarti karena kita bisa bertindak lebih bebas dan lebih efektif. Kedua, demokrasi memberi insentif politik bagi pemerintah untuk memperhatikan kelompok yang melarat. Dan ketiga, demokrasi memberi kesempatan bagi masyarakat untuk saling mempelajari dan membangun nilai-nilai serta prioritas bersama. Pada tataran inilah, demokrasi mempunyai nilai konstruktif. [2]
Sebagai bakal calon presiden (bacapres), Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan sama-sama pernah menjabat sebagai gubernur atau kepala daerah. Oleh karena itu, salah satu pertimbangan obyektif yang dapat menjadi dasar penilaian untuk memilih mereka adalah dengan melihat indeks kebebasan pers-nya. Dan lembaga yang melakukan penilaian indeks kebebasan pers di Indonesia adalah Dewan Pers Indonesia.
Dan menurut data yang bersumber dari Dewan Pers Indonesia yang dapat dlihat pada gambar di atas, Indeks Kebebasan Pers Jawa Tengah pada tahun 2018, 2019, 2020 dan 2021 jauh lebih baik dibandingkan DKI Jakarta.
Dan di bawah ini adalah Tren dan Peringkat Indeks Kebebasan Pers dari 34 Propinsi di Indonesia
Pada tahun 2018, Jawa Tengah menempati urutan ke-24. Kemudian menempati urutan ke-6 pada tahun 2019, urutan ke-17 pada tahun 2020, dan urutan ke-13 pada tahun 2021.
Sedangkan DKI Jakarta pada tahun 2018 menempati urutan ke-31. Kemudian menempati urutan ke-20 pada tahun 2019, urutan ke-32 pada tahun 2020, dan urutan ke-28 pada tahun 2021.
Jadi, dilihat dari perbandingan Indeks Kebebasan Pers Jawa Tengah pada masa Ganjar Pranowo sebagai Gubernurnya dengan DKI Jakarta pada masa Anies Baswedan sebagai Gubernurnya, maka saya menyimpulkan bahwa Ganjar Pranowo jauh lebih baik dibandingkan Anies Baswedan.
Jadi, jika kepemimpinan yang demokratis menjadi salah satu kriteria untuk memilih capres yang ada, maka secara rasional obyektif pasti memilih Ganjar Pranowo.
Salam Cerdas Bernalar dan Beragama,
Max Hendrian Sahuleka
Ketua Umum GEGAP (Gerilyawan Ganjar Pranowo)
Catatan Kaki :
[1] H.Witdarmono, Indonesia Abad XXI di Tengah Kepungan Perubahan Global (Jakarta: Kompas, 2000), hlm.520.
[2] H. Witdarmono, Amartya Sen dengan Konsep Pembangunannya, (Kompas 28 Juni 2010)
No comments:
Post a Comment